Dilema Dalam Gerbong
KRL memang benar2 angkutan rakyat, tua muda, miskin kaya, jelek cantik... semuanya ada di dalam gerbong. Bahkan terkadang tidak hanya manusia saja yang ada, furniture (bangku bambu, lemari, sampai tangga) sampai hewan pun ada (yang baru aku lihat sih baru ayam dan kambing). Jadi ya maklum saja kalau naek krl....
Cuma saking merasa "memiliki" banyak juga para penumpang tak berkarcis, dan kita tidak bisa menduganya. Ada yang berpakaian lusuh tapi punya karcis, dan ada juga yang sudah berdandan manis ternyata hanya memberikan seribu rupiah ketika sang kondektur menagih. Jadi di dalam gerbong pun kita tidak bisa menuduh bahwa yang kumal pasti tidak punya karcis... belum tentu. Yang pasti kl kita sedang duduk dan menemukan orang2 seperti itu kita masih bisa cuek....
Nah, dilema akan muncul pada saat di depan kita ada nenek2 yang berdiri (atau orang tua lah, yang kita anggap sudah lemah) dan kita tahu serta paham bahwa beliau neh tidak pernah punya karcis. Bukan karena tidak ada uang, tapi memang kebiasaan. Nah bagaimana tindakan kita? Sebagai manusia yang sosial (apalagi taat beragama) tentu kita ingin sekali memberikan kesempatan sang nenek tersebut duduk. Biar tidak ada karma yang menghukum, begitulah kira2 yang ada dalam pikiran kita. Tapi ketika kita tahu bahwa si nenek yang tidak pernah beli karcis ini duduk, padahal masih ada orang2 yang "agak butuh" tapi membeli karcis.... akankah kita memberikan duduk? Biar bagaimanapun tidak membeli karcis adalah salah, ditambah lagi menyogok kondektur dengan seribuan.... Hemm, dilema kan!
Ingat cerita/kuis ttg suatu desa yang kebanjiran dimana tersisa 3 orang yang harus ditolong oleh kita. Ketiga2nya tidak bisa berenang dan sudah tidak mampu lagi bertahan... telat sedikit mereka akan meninggal. Sedangkan regu penolong cuma diri kita sendiri, tidak bisa menunggu bantuan datang. Suasana bertambah ekstrim karena tidak ada alat/benda yang bisa dijadikan alat pertolongan. Artinya kita harus memilih di antara ketiga korban tersebut untuk diselamatkan. Ketiga korban tersebut adalah pemuka agama yang terlihat oleh kita kebaikannya (sholeh lah kl kata orang islam), seorang kakek yang sudah tidak punya tenaga, dan yang terakhir seorang pelacur yang tidak bisa berenang. Nah, mana yang anda akan pilih untuk diselamatkan?
Nah kasus dalam cerita tersebut dapat disamakan ketika dilema dengan sang nenek terjadi. Pilihan ada di dalam kita, dan masing2 tidak bisa saling menyalahkan selama alasan yang kita ambil memang dari dalam diri... bukan ikut2an orang lain. Anda memberikan tempat duduk anda kepada nenek itu, silahkan karena kita sebagai manusia juga punya jiwa sosial: ingin menolong yang lemah. Anda tetap duduk karena berkarcis atau memberikan kepada orang lain yang berkarcis juga, silahkan... tidak ada larangan. Prinsipnya anda ingin aturan dahulu yang ditegakkan... bukan karena anda sedang mengalami kesempitan, maka anda bisa mendapatkan keringanan. Tunaikan kewajiban dahulu, baru kita bisa meminta hak....
Jadi... semua ada di dalam hati anda. Bijaksanalah... Tidak ada tindakan salah bila kasus ini terjadi dalam diri anda.
Labels: Manusia